Jumat, 23 November 2012
Sepiring Inspirasi Dari Langit -Sang Pemenang-
Ratusan kali bulan mengitari bumi.
Dalam masa itu,
terlahir orang yang
berkali-kali mengubah wajah dunia.
Dalam masa itu pula,
lahir orang-orang yang
tak pernah berbuat apa pun
hingga saat mereka dikubur di perut bumi.
Banyak. Jumlah mereka banyak,
bahkan terlalu banyak.
Namun, sejarah tak penah menitikkan setetes
tinta pun untuk apa yang mereka lakukan.
Sepertinya, keberadaan mereka sama dengan tidak adanya.
Kalaupun ada namun tidak ada artinya.
Bumi akan menjadi saksi
atas apapun yang kalian lakukan.
Ada pejuang, ada pecundang.
Pilihan ada di tangan kalian!
Dalam masa itu,
terlahir orang yang
berkali-kali mengubah wajah dunia.
Dalam masa itu pula,
lahir orang-orang yang
tak pernah berbuat apa pun
hingga saat mereka dikubur di perut bumi.
Banyak. Jumlah mereka banyak,
bahkan terlalu banyak.
Namun, sejarah tak penah menitikkan setetes
tinta pun untuk apa yang mereka lakukan.
Sepertinya, keberadaan mereka sama dengan tidak adanya.
Kalaupun ada namun tidak ada artinya.
Bumi akan menjadi saksi
atas apapun yang kalian lakukan.
Ada pejuang, ada pecundang.
Pilihan ada di tangan kalian!
dikutip dari Sepiring Inspirasi dari Langit by Mirza Ghulam I.
Sabtu, 04 Agustus 2012
Siroh Nabi Saw: MUHAMMAD DARI KELAHIRAN SAMPAI PERKAWINANNYA
USIA
Abd’l-Muttalib sudah hampir mencapai tujuhpuluh tahun atau lebih tatkala Abraha
mencoba menyerang Mekah dan menghancurkan Rumah Purba. Ketika itu umur Abdullah
anaknya sudah duapuluh empat tahun, dan sudah tiba masanya dikawinkan. Pilihan
Abd’l-Muttalib jatuh kepada Aminah bint Wahb bin Abd Manaf bin Zuhra, -
pemimpin suku Zuhra ketika itu yang sesuai pula usianya dan mempunyai kedudukan
terhormat. Maka pergilah anak-beranak itu hendak mengunjungi keluarga Zuhra. Ia
dengan anaknya menemui Wahb dan melamar puterinya. Sebagian penulis sejarah
berpendapat, bahwa ia pergi menemui Uhyab, paman Aminah, sebab waktu itu
ayahnya sudah meninggal dan dia di bawah asuhan pamannya. Pada hari perkawinan
Abdullah dengan Aminah itu, Abd’l-Muttalib juga kawin dengan Hala, puteri
pamannya. Dari perkawinan ini lahirlah Hamzah, paman Nabi dan yang seusia
dengan dia.
Abdullah dengan Aminah tinggal selama tiga hari di rumah Aminah, sesuai dengan adat kebiasaan Arab bila perkawinan dilangsungkan di rumah keluarga pengantin puteri. Sesudah itu mereka pindah bersama-sama ke keluarga Abd’l-Muttalib. Tak seberapa lama kemudian Abdullahpun pergi dalam suatu usaha perdagangan ke Suria dengan meninggalkan isteri yang dalam keadaan hamil.
Abdullah dengan Aminah tinggal selama tiga hari di rumah Aminah, sesuai dengan adat kebiasaan Arab bila perkawinan dilangsungkan di rumah keluarga pengantin puteri. Sesudah itu mereka pindah bersama-sama ke keluarga Abd’l-Muttalib. Tak seberapa lama kemudian Abdullahpun pergi dalam suatu usaha perdagangan ke Suria dengan meninggalkan isteri yang dalam keadaan hamil.
Dalam
perjalanannya itu Abdullah tinggal selama beberapa bulan. Dalam pada itu ia
pergi juga ke Gaza dan kembali lagi. Kemudian ia singgah ke tempat
saudara-saudara ibunya di Medinah sekadar beristirahat sesudah merasa letih
selama dalam perjalanan. Sesudah itu ia akan kembali pulang dengan kafilah ke
Mekah. Akan tetapi kemudian ia menderita sakit di tempat saudara-saudara ibunya
itu. Kawan-kawannyapun pulang lebih dulu meninggalkan dia. Dan merekalah yang
menyampaikan berita sakitnya itu kepada ayahnya setelah mereka sampai di Mekah.
Begitu berita sampai kepada Abd’l-Muttalib ia mengutus Harith - anaknya yang sulung - ke Medinah, supaya membawa kembali bila ia sudah sembuh. Tetapi sesampainya di Medinah ia mengetahui bahwa Abdullah sudah meninggal dan sudah dikuburkan pula, sebulan sesudah kafilahnya berangkat ke Mekah. Kembalilah Harith kepada keluarganya dengan membawa perasaan pilu atas kematian adiknya itu. Rasa duka dan sedih menimpa hati Abd’l-Muttalib, menimpa hati Aminah, karena ia kehilangan seorang suami yang selama ini menjadi harapan kebahagiaan hidupnya. Demikian juga Abd’l-Muttalib sangat sayang kepadanya sehingga penebusannya terhadap Sang Berhala yang demikian rupa belum pernah terjadi di kalangan masyarakat Arab sebelum itu.
Begitu berita sampai kepada Abd’l-Muttalib ia mengutus Harith - anaknya yang sulung - ke Medinah, supaya membawa kembali bila ia sudah sembuh. Tetapi sesampainya di Medinah ia mengetahui bahwa Abdullah sudah meninggal dan sudah dikuburkan pula, sebulan sesudah kafilahnya berangkat ke Mekah. Kembalilah Harith kepada keluarganya dengan membawa perasaan pilu atas kematian adiknya itu. Rasa duka dan sedih menimpa hati Abd’l-Muttalib, menimpa hati Aminah, karena ia kehilangan seorang suami yang selama ini menjadi harapan kebahagiaan hidupnya. Demikian juga Abd’l-Muttalib sangat sayang kepadanya sehingga penebusannya terhadap Sang Berhala yang demikian rupa belum pernah terjadi di kalangan masyarakat Arab sebelum itu.
Peninggalan
Abdullah sesudah wafat terdiri dari lima ekor unta, sekelompok ternak kambing
dan seorang budak perempuan, yaitu Umm Ayman - yang kemudian menjadi pengasuh
Nabi. Boleh jadi peninggalan serupa itu bukan berarti suatu tanda kekayaan;
tapi tidak juga merupakan suatu kemiskinan. Di samping itu umur Abdullah yang
masih dalam usia muda belia, sudah mampu bekerja dan berusaha mencapai
kekayaan. Dalam pada itu ia memang tidak mewarisi sesuatu dari ayahnya yang
masih hidup itu.
Aminah sudah
hamil, dan kemudian, seperti wanita lain iapun melahirkan. Selesai bersalin
dikirimnya berita kepada Abd’l Muttalib di Ka’bah, bahwa ia melahirkan seorang
anak laki-laki. Alangkah gembiranya orang tua itu setelah menerima berita.
Sekaligus ia teringat kepada Abdullah anaknya. Gembira sekali hatinya karena
ternyata pengganti anaknya sudah ada. Cepat-cepat ia menemui menantunya itu,
diangkatnya bayi itu lalu dibawanya ke Ka’bah. Ia diberi nama Muhammad. Nama
ini tidak umum di kalangan orang Arab tapi cukup dikenal. Kemudian
dikembalikannya bayi itu kepada ibunya. Kini mereka sedang menantikan orang
yang akan menyusukannya dari Keluarga Sa’d (Banu Sa’d), untuk kemudian
menyerahkan anaknya itu kepada salah seorang dari mereka, sebagaimana sudah
menjadi adat kaum bangsawan Arab di Mekah.
Mengenai tahun ketika Muhammad dilahirkan, beberapa ahli berlainan pendapat. Sebagian besar mengatakan pada Tahun Gajah (570 Masehi). Ibn Abbas mengatakan ia dilahirkan pada Tahun Gajah itu. Yang lain berpendapat kelahirannya itu limabelas tahun sebelum peristiwa gajah. Selanjutnya ada yang mengatakan ia dilahirkan beberapa hari atau beberapa bulan atau juga beberapa tahun sesudah Tahun Gajah. Ada yang menaksir tiga puluh tahun, dan ada juga yang menaksir sampai tujuhpuluh tahun.
Mengenai tahun ketika Muhammad dilahirkan, beberapa ahli berlainan pendapat. Sebagian besar mengatakan pada Tahun Gajah (570 Masehi). Ibn Abbas mengatakan ia dilahirkan pada Tahun Gajah itu. Yang lain berpendapat kelahirannya itu limabelas tahun sebelum peristiwa gajah. Selanjutnya ada yang mengatakan ia dilahirkan beberapa hari atau beberapa bulan atau juga beberapa tahun sesudah Tahun Gajah. Ada yang menaksir tiga puluh tahun, dan ada juga yang menaksir sampai tujuhpuluh tahun.
Juga para ahli
berlainan pendapat mengenai bulan kelahirannya. Sebagian besar mengatakan ia
dilahirkan bulan Rabiul Awal. Ada yang berkata lahir dalam bulan Muharam, yang
lain berpendapat dalam bulan Safar, sebagian lagi menyatakan dalam bulan Rajab,
sementara yang lain mengatakan dalam bulan Ramadan.
Kelainan
pendapat itu juga mengenai hari bulan ia dilahirkan. Satu pendapat mengatakan
pada malam kedua Rabiul Awal, atau malam kedelapan, atau kesembilan. Tetapi
pada umumnya mengatakan, bahwa dia dilahirkan pada tanggal duabelas Rabiul
Awal. Ini adalah pendapat Ibn Ishaq dan yang lain.
Selanjutnya
terdapat perbedaan pendapat mengenai waktu kelahirannya, yaitu siang atau
malam, demikian juga mengenai tempat kelahirannya di Mekah. Caussin de Perceval
dalam Essai sur l’Histoire des Arabes menyatakan, bahwa Muhammad dilahirkan
bulan Agustus 570, yakni Tahun Gajah, dan bahwa dia dilahirkan di Mekah di
rumah kakeknya Abd’l-Muttalib.
Pada hari ketujuh kelahirannya itu Abd’l-Muttalib minta disembelihkan unta. Hal ini kemudian dilakukan dengan mengundang makan masyarakat Quraisy. Setelah mereka mengetahui bahwa anak itu diberi nama Muhammad, mereka bertanya-tanya mengapa ia tidak suka memakai nama nenek moyang. “Kuinginkan dia akan menjadi orang yang Terpuji,1 bagi Tuhan di langit dan bagi makhlukNya di bumi,” jawab Abd’l Muttalib.
Pada hari ketujuh kelahirannya itu Abd’l-Muttalib minta disembelihkan unta. Hal ini kemudian dilakukan dengan mengundang makan masyarakat Quraisy. Setelah mereka mengetahui bahwa anak itu diberi nama Muhammad, mereka bertanya-tanya mengapa ia tidak suka memakai nama nenek moyang. “Kuinginkan dia akan menjadi orang yang Terpuji,1 bagi Tuhan di langit dan bagi makhlukNya di bumi,” jawab Abd’l Muttalib.
Aminah masih
menunggu akan menyerahkan anaknya itu kepada salah seorang Keluarga Sa’d yang
akan menyusukan anaknya, sebagaimana sudah menjadi kebiasaan
bangsawan-bangsawan Arab di Mekah. Adat demikian ini masih berlaku pada
bangsawan-bangsawan Mekah. Pada hari kedelapan sesudah dilahirkan anak itupun
dikirimkan ke pedalaman dan baru kembali pulang ke kota sesudah ia berumur
delapan atau sepuluh tahun. Di kalangan kabilah-kabilah pedalaman yang terkenal
dalam menyusukan ini di antaranya ialah kabilah Banu Sa’d. Sementara masih
menunggu orang yang akan menyusukan itu Aminah menyerahkan anaknya kepada
Thuwaiba, budak perempuan pamannya, Abu Lahab. Selama beberapa waktu ia
disusukan, seperti Hamzah yang juga kemudian disusukannya. Jadi mereka adalah
saudara susuan.
Sekalipun
Thuwaiba hanya beberapa hari saja menyusukan, namun ia tetap memelihara
hubungan yang baik sekali selama hidupnya. Setelah wanita itu meninggal pada
tahun ketujuh sesudah ia hijrah ke Medinah, untuk meneruskan hubungan baik itu
ia menanyakan tentang anaknya yang juga menjadi saudara susuan. Tetapi kemudian
ia mengetahui bahwa anak itu juga sudah meninggal sebelum ibunya.
Akhirnya datang
juga wanita-wanita Keluarga Sa’d yang akan menyusukan itu ke Mekah. Mereka
memang mencari bayi yang akan mereka susukan. Akan tetapi mereka menghindari
anak-anak yatim. Sebenarnya mereka masih mengharapkan sesuatu jasa dari sang
ayah. Sedang dari anak-anak yatim sedikit sekali yang dapat mereka harapkan.
Oleh karena itu di antara mereka itu tak ada yang mau mendatangi Muhammad.
Mereka akan mendapat hasil yang lumayan bila mendatangi keluarga yang dapat
mereka harapkan.
Akan tetapi
Halimah bint Abi-Dhua’ib yang pada mulanya menolak Muhammad, seperti yang
lain-lain juga, ternyata tidak mendapat bayi lain sebagai gantinya. Di samping
itu karena dia memang seorang wanita yang kurang mampu, ibu-ibu lainpun tidak
menghiraukannya. Setelah sepakat mereka akan meninggalkan Mekah. Halimah
berkata kepada Harith bin Abd’l-‘Uzza suaminya:
“Tidak senang
aku pulang bersama dengan teman-temanku tanpa membawa seorang bayi. Biarlah aku
pergi kepada anak yatim itu dan akan kubawa juga.”
“Baiklah,” jawab
suaminya. “Mudah-mudahan karena itu Tuhan akan memberi berkah kepada kita.”
Halimah kemudian mengambil Muhammad dan dibawanya pergi bersama-sama dengan teman-temannya ke pedalaman. Dia bercerita, bahwa sejak diambilnya anak itu ia merasa mendapat berkah. Ternak kambingnya gemuk-gemuk dan susunyapun bertambah. Tuhan telah memberkati semua yang ada padanya. Selama dua tahun Muhammad tinggal di sahara, disusukan oleh Halimah dan diasuh oleh Syaima’, puterinya. Udara sahara dan kehidupan pedalaman yang kasar menyebabkannya cepat sekali menjadi besar, dan menambah indah bentuk dan pertumbuhan badannya. Setelah cukup dua tahun dan tiba masanya disapih, Halimah membawa anak itu kepada ibunya dan sesudah itu membawanya kembali ke pedalaman. Hal ini dilakukan karena kehendak ibunya, kata sebuah keterangan, dan keterangan lain mengatakan karena kehendak Halimah sendiri. Ia dibawa kembali supaya lebih matang, juga memang dikuatirkan dari adanya serangan wabah Mekah.
Halimah kemudian mengambil Muhammad dan dibawanya pergi bersama-sama dengan teman-temannya ke pedalaman. Dia bercerita, bahwa sejak diambilnya anak itu ia merasa mendapat berkah. Ternak kambingnya gemuk-gemuk dan susunyapun bertambah. Tuhan telah memberkati semua yang ada padanya. Selama dua tahun Muhammad tinggal di sahara, disusukan oleh Halimah dan diasuh oleh Syaima’, puterinya. Udara sahara dan kehidupan pedalaman yang kasar menyebabkannya cepat sekali menjadi besar, dan menambah indah bentuk dan pertumbuhan badannya. Setelah cukup dua tahun dan tiba masanya disapih, Halimah membawa anak itu kepada ibunya dan sesudah itu membawanya kembali ke pedalaman. Hal ini dilakukan karena kehendak ibunya, kata sebuah keterangan, dan keterangan lain mengatakan karena kehendak Halimah sendiri. Ia dibawa kembali supaya lebih matang, juga memang dikuatirkan dari adanya serangan wabah Mekah.
Dua tahun lagi
anak itu tinggal di sahara, menikmati udara pedalaman yang jernih dan bebas,
tidak terikat oleh sesuatu ikatan jiwa, juga tidak oleh ikatan materi.
Pada masa itu, sebelum usianya mencapai tiga tahun, ketika itulah terjadi cerita yang banyak dikisahkan orang. Yakni, bahwa sementara ia dengan saudaranya yang sebaya sesama anak-anak itu sedang berada di belakang rumah di luar pengawasan keluarganya, tiba-tiba anak yang dari Keluarga Sa’d itu kembali pulang sambil berlari, dan berkata kepada ibu-bapanya: “Saudaraku yang dari Quraisy itu telah diambil oleh dua orang laki-laki berbaju putih. Dia dibaringkan, perutnya dibedah, sambil di balik-balikan.”
Pada masa itu, sebelum usianya mencapai tiga tahun, ketika itulah terjadi cerita yang banyak dikisahkan orang. Yakni, bahwa sementara ia dengan saudaranya yang sebaya sesama anak-anak itu sedang berada di belakang rumah di luar pengawasan keluarganya, tiba-tiba anak yang dari Keluarga Sa’d itu kembali pulang sambil berlari, dan berkata kepada ibu-bapanya: “Saudaraku yang dari Quraisy itu telah diambil oleh dua orang laki-laki berbaju putih. Dia dibaringkan, perutnya dibedah, sambil di balik-balikan.”
Dan tentang
Halimah ini ada juga diceritakan, bahwa mengenai diri dan suaminya ia berkata:
“Lalu saya pergi dengan ayahnya ke tempat itu. Kami jumpai dia sedang berdiri.
Mukanya pucat-pasi. Kuperhatikan dia. demikian juga ayahnya. Lalu kami
tanyakan: “Kenapa kau, nak?” Dia menjawab: “Aku didatangi oleh dua orang
laki-laki berpakaian putih. Aku di baringkan, lalu perutku di bedah. Mereka
mencari sesuatu di dalamnya. Tak tahu aku apa yang mereka cari.”
Halimah dan suaminya kembali pulang ke rumah. Orang itu sangat ketakutan, kalau-kalau anak itu sudah kesurupan. Sesudah itu, dibawanya anak itu kembali kepada ibunya di Mekah. Atas peristiwa ini Ibn Ishaq membawa sebuah Hadis Nabi sesudah kenabiannya. Tetapi dalam menceritakan peristiwa ini Ibn Ishaq nampaknya hati-hati sekali dan mengatakan bahwa sebab dikembalikannya kepada ibunya bukan karena cerita adanya dua malaikat itu, melainkan - seperti cerita Halimah kepada Aminah - ketika ia di bawa pulang oleh Halimah sesudah disapih, ada beberapa orang Nasrani Abisinia memperhatikan Muhammad dan menanyakan kepada Halimah tentang anak itu. Dilihatnya belakang anak itu, lalu mereka berkata:
Halimah dan suaminya kembali pulang ke rumah. Orang itu sangat ketakutan, kalau-kalau anak itu sudah kesurupan. Sesudah itu, dibawanya anak itu kembali kepada ibunya di Mekah. Atas peristiwa ini Ibn Ishaq membawa sebuah Hadis Nabi sesudah kenabiannya. Tetapi dalam menceritakan peristiwa ini Ibn Ishaq nampaknya hati-hati sekali dan mengatakan bahwa sebab dikembalikannya kepada ibunya bukan karena cerita adanya dua malaikat itu, melainkan - seperti cerita Halimah kepada Aminah - ketika ia di bawa pulang oleh Halimah sesudah disapih, ada beberapa orang Nasrani Abisinia memperhatikan Muhammad dan menanyakan kepada Halimah tentang anak itu. Dilihatnya belakang anak itu, lalu mereka berkata:
“Biarlah kami
bawa anak ini kepada raja kami di negeri kami. Anak ini akan menjadi orang
penting. Kamilah yang mengetahui keadaannya.” Halimah lalu cepat-cepat
menghindarkan diri dari mereka dengan membawa anak itu. Demikian juga cerita
yang dibawa oleh Tabari, tapi ini masih di ragukan; sebab dia menyebutkan
Muhammad dalam usianya itu, lalu kembali menyebutkan bahwa hal itu terjadi
tidak lama sebelum kenabiannya dan usianya empatpuluh tahun.
1 Muhammad atau Mahmud artinya yang terpuji (A).
Dapus :
SEJARAH HIDUP
MUHAMMAD by MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
Langganan:
Postingan (Atom)